Membacakan Ayat-Ayat Suci Al-Qur'an dalam rangka Peringatan Nuzulul Qur'an 1429 H di Masjid Agung Ak-Akbar, Surabaya, Jawa Timur

Ust. Zulfikar membacakan Ayat-Ayat Suci Al-Qur'an dalam rangka Peringatan Nuzulul Qur'an 1429 H di Masjid Agung Ak-Akbar, Surabaya, Jawa Timur

Melagukan Al-Qur’an tidak terlepas dari ilmu dan adab membaca Al-Qur’an yang disebut dengan “Ilmu Tajwid”. Di dalam ilmu Tajwid itulah akan kita jumpai beberapa bacaan yang mengandung Mad (panjang), baik panjang bacaan maupun panjang yang disebabkan oleh ghunnah, ikhfa’, iqlab, idghom dan lain sebagainya. Membaca Al-Qur’an bisa dengan suara keras (jahr), bisa juga dengan suara pelan (sirr), dan bahkan bisa pula dibaca di dalam hati.

Untuk membaca Al-Qur’an dengan jahr (suara keras), disunnahkan oleh Rosulullah SAW agar dibaca dengan bagus.

Bagus disini memiliki banyak arti :

  1. Bagus bacaannya

  2. Bagus Tajwidnya

  3. Bagus suaranya

  4. Bagus lagu dan variasinya

  5. Bagus pengaturan nafasnya

  6. bagus penghayatannya, dsb

Membaca Al-Qur’an dengan bagus sesuai dengan enam komponen tersebut diatas adalah bacaan yang Mujawwad dan Tartil. Dalam hal ini Allah SWT telah menegaskan didalam Al-Qur’an yang artinya :

Bacalah Al-Qur’an itu dengan setartil-tartilnya”. (QS Al-Muzammil 4)

Dan kami membaca Al-Qur’an dengan setartil-tartilnya”. (QS Al-Furqon 32)

Kemudian muncul sebuah pertanyaan, Apakah yang dimaksud dengan Tartil?

Pada masa sahabat Rosulullah SAW, Sayyidina ‘Ali Karromallahu Wajhah memberikan penjelasan bahwa :

Tartil adalah membaguskan huruf-huruf dan mengerti mengenai berhentinya bacaan”.

Penjelasan Sayyidina Ali RA tersebut telah jelas, bahwa tartil adalah bacaan yang membaguskan huruf-hurufnya. Sebab, membaca Al-Qur’an tanpa menjaga keindahan bacaan huruf-hurufnya, akan besar kemungkinan merusak makna dan ayat yang dibaca. Tersirat di dalam memperbagus huruf, agar jangan salah makna. Sebab akan didengarkan oleh Allah SWT, dan oleh manusia yang ada di sekitarnya, berarti disini ada unsur Suara, dalam Hal ini Rosulullah SAW bersabda yang artinya

Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu, karena suara yang merdu menambah keindahan Al-Qur’an” (HR. Ad-Darimy)

Dari Al-Barra’ bin ‘Azib RA, ia berkata : telah bersabda Rosulullah SAW : “Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’I dan lain-lainnya)

Disini telah jelas bahwa ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits menganjurkan untuk membaguskan bacaan Al-Qur’an. Bahkan membawakannya harus dengan suara yang merdu, dan berirama . Sebab akan menambah nilai keindahan Al-Qur’an.

Berbicara tentang irama, maka sudah pasti ada lagu di dalamnya. Dalam istilah Arab, lagu identik dengan Ghina’ atau Yataghonna, yang artinya menyanyi/berlagu/berseni. Rosulullah SAW menganjurkan di dalam haditsnya yang artinya :

Bukanlah termasuk golonganku, barang siapa yang tidak melagukan Al-Qur’an”

Bahkan juga dianjurkan oleh Nabi SAW, agar suara dan lagunya sesuai dengan bentuk Lahjah (dialek) ‘Araby, sebagaimana sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitabnya Muwatta’ dan Imam An-Nasa’I dalam sunan-nya dari Hudzaifah, dari Rosulullah bersabda :

Bacalah Al-Qur’an dengan luhun (lagu) dan bentuk suara Arab”

Dengan demikian melagukan Al-Qur’an adalah anjuran Allah SWT dan Rosulullah SAW.

Al-Imam Al-Karmany mengatakan bahwa membaguskan suara dalam membaca Al-Qur’an Sunnah hukumnya, sepanjang tidak menyalahi kaidah-kaidah ilmu Tajwid. Demikian pula meresapi maknanya sehingga mempengaruhi jiwanya menjadi sedih atau senang. Kemudian para ‘Ulama’ mengulas sebagaimana yang telah dikatakan oleh Sayyidina ‘Ali RA dan sepakat bahwa membaca Al-Qur’an disertai dengan Tajwid adalah Wajib hukumnya.

Imam Ibnul Jazary juga mengatakan bahwa bacaan yang dapat memukau pendengarnya dan dapat melunakkan hati adalah bacaan Al-Qur’an yang baik dan benar, bertajwid dan berirama yang merdu. Namun walaupun gaya, lagu dan suaranya merdu tetapi tidak memperhatikan kaidah-kaidah ilmu Tajwidnya, Ahkamul huruf, Makhaarijul huruf dan Sifatul hurufnya maka hukumnya adalah Haram dan berdosa .

Melaksanakan Tajwid dalam membaca Al-Qur’an adalah suatu keharusan,

Dan barangsiapa membaca Al-Qur’an tanpa Tajwid berdosa hukumnya,

Karena Al-Qur’an diturunkan Allah sekaligus disertai dengan Tajwidnya

Bacaan dengan bertajwid adalah suatu batasan yang tepat. Sebab membaca Al-Qur’an dengan suara yang bagus, lagu yang indah, nafas yang memadai, akan tetapi tidak disertai dengan Tajwidnya, hanya sekedar ingin menarik perhatian dan ingin dikagumi oleh pendengarnya saja adalah sangat Dilarang Keras

Dalam salah satu hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam At-Thabrani dan Imam Al-Baihaqi dinyatakan :

Bacalah Al-Qur’an itu dengan Luhun ‘Arab (cara membaca yang baik daripada orang Arab) dan cara-cara mereka dalam menyuarakannya. Jauhilah gaya lagu golongan orang fasiq dan berhati-hatilah dari gaya lagu ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). Sesungguhnya nanti akan dating beberapa kaum yang mengulang-ulang bacaan Al-Qur’annya hanya karena lagu seperti yang telah dilakukan oleh para Rahib, seolah-olah mereka bukan membaca Al-Qur’an, apa yang mereka baca tidak membekas pada diri mereka, pengagum-pengagum hanya diselimuti fitnah belaka.” ( z u l )

Iklan

al-quran1Naghom adalah kata yang berasal dari bahasa Arab yang artinya lagu/irama. Populernya istilah Naghom berasal dari para Qori’/ para Syech/ dari Mesir yang pernah mengajarkan ilmunya di Indonesia pada tahun 1973.

Kata naghom yang akhirnya kemudian dirangkai dengan Al-Qur’an menjadi Naghom Al-Qur’an yang artinya melagukan Al-Qur’an, bisa juga disebut dengan Tahsin As-Shout dalam membaca Al-Qur’an (membaguskan suara dalam membaca Al-Qur’an). Naghom adalah khusus untuk tilawah Al-Qur’an, kemudian di Indonesia terkenal dengan sebutan Seni Baca Al-Qur’an

Kata Naghom memiliki arti yang sama dengan kata Talhin atau Lahn dan Taronnum atau Tarnim yang dalam bahasa Arab disebut dengan Murodif atau Sinonim. Namun ketiga istilah ini (naghom, talhin, dan taronnum) sama-sama menunjukkan vocal suara yang bernada seni yang indah dan sama-sama digunakan untuk istilah “Seni Baca Al-Qur’an”, seperti sebutan Naghom Al-Qur’an, Talhin Al-Qur’an, dan Taronnum Al-Qur’an.

Dalam hal ini para pakar Dzawil Ashwat (memiliki suara indah) seperti Abduh As-Shu’udi,Azro’I Abd Rouf dan Mukhtar Luthfi Al-Anshory mempertegas pengertian istilah-istilah tersebut, yaitu :

  1. Naghom, ialah vocal suara indah tunggal (tanpa diiringi alat musik), dan tidak terikat dengan not balok serta khusus dipergunakan untuk Tazyin As-Shout bi tilawah Al-Qur’an

  2. Talhin, yaitu vocal suara indah dan tunggal yang “arobiyy Al-Qur’an, namun ada yang terkait dengan not balok, sehingga dipergunakan juga untuk selain Al-Qur’an, seperti Qoshidah, Nasyid dan lain-lain.

  3. Taronnum, ialah vocal suara indah Al-Qur’an, namun suara ini ada juga yang mempergunakan alat musik, sehingga banyak terkait dengan not balok. Di sinilah timbul istilah Tawsyich bagi orang yang mempelajari Seni Baca Al-Qur’an (taronnum Al-Qur’an), karena kebanyakan tawsyich itu terikat dengan not-not yang telah tersusun..

Naghom adalah program materi tilawah bagi para Dzawil Ashwat. Sedangkan Tilawah adalah merupakan program utama dan menjadi ciri khas Komunitas H.O.T. (house of tilawah al-Qur’an) yaiyu program pelatihan khusus membentuk santri/para peserta kursus naghom menjadi seorang Qori’ yang mampu membaca Al-Qur’an dengan lagu dan irama yang baik dan benar.

Adapun arti Seni adalah sebagian dari rasa indah yang lahir dari dalam rohani manusia. Manusia dapat menciptakan sesuatu karena kemauan, dan kemauan itu timbul karena daya paduan antara rasa rohaniyah manusia dan pikirannya sebagaimana disebutkan dalam ilmu jiwa. Ilmu jiwa membagi rasa dalam dua bagian yaitu, rasa indera dan rasa rohani. Sedangkan rasa rohani terbagi lagi dalam rasa agama, rasa etika, rasa estetika, rasa intelek, rasa rasional, dan rasa diri sendiri.

Dalam pembagian diatas kita dapati bahwa ahli ilmu jiwa meninjau pembagiaannya yang ada pada diri manusia dari segi rasa, rasa indera, dan rasa rohaniah. Golongan filsafat menyatakan bahwa diri manusia itu terdiri dari kepribadian. Kepribadian adalah kualitas keseluruhan dari diri seseorang, baik rasa, karsa maupun cipta yang mencakup segala hal yang menjadi tenaga pendorong, seperti hasrat, kemauan, rasa dan segala hal yang ada hubungannya dengan persoalan-persoalan yang bersifat keharuan, baik senang maupun susah.

Selanjutnya cipta merupakan kegiatan yang ditimbulkan oleh kekuatan akal pikiran dalam mengadakan sesuatu. Kalau kita perhatikan, pada hakekatnya pendapat tersebut banyak persamaannya. Yaitu bahwa diri manusia dihiasi oleh sifat-sifat seni, karena pada diri manusia ada sifat menyenangi dan haru terhadap sesuatu yang indah. Hal ini sudah menjadi instink yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada manusia, sesuai dengan firman-Nya :

Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaa kepada apa-apa yang diingini yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak, sawah lading, itulah kesenangan di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)” QS Ali Imron 14

Demikianlah sekilas info tentang pengertian seni di dalam Al-Qur’an.

Wallahu A’lam bish-Showab.. (zul)